Rabu, 15 Februari 2012

INISIATOR HAK INTERPELASI MERADANG

Pengusung hak interpelasi DPR atas pengetatan remisi bagi para terpidana korupsi berang terhadap pemberitaan yang seolah-olah menilai pengajuan interpelasi bertujuan membela koruptor.

“Kami bukan pembela koruptor. Malahan, kami setuju koruptor dihukum mati, tetapi jangan sampai kebijakan yang dilakukan malah melanggar UU yang ada,” kata inisiator interpelasi yang juga Wakil Ketua Komisi III DPR dari F-PG, Aziz Syamsuddin, di gedung parlemen, Jakarta, kemarin.
 Aziz menegaskan, usulan hak interpelasi adalah untuk meminta penjelasan kepada Presiden Yudhoyono atas sikap menterinya yang dianggap sewenang-wenang mengeluarkan kebijakan tentang pengetatan remisi terhadap para koruptor.
“Yang kami usung adalah kesewenang-wenangan pemerintah yang melanggar peraturan.
Kami di Komisi III melihat ada pelanggaran hukum dalam hal ini,” katanya.

Ahmad Yani, pengusul interpelasi dari F-PPP menambahkan, yang dipermasalahkan para pengusul interpelasi adalah kebijakan pengetatan yang justru melanggar peraturan yang dibuat. Bila ingin melakukan pengetatan remisi kepada para koruptor, harus terlebih dahulu mengubah undang-undang yang berkaitan dengan itu. Di sisi lain, anggota Komisi III DPR dari F-PKS, Indra SH, menolak gagasan sebagian besar rekannya di Komisi III untuk mengajukan hak interpelasi terkait kebijakan Menkum dan HAM tersebut.

“Interpelasi ini dikhawatirkan akan menghilangkan makna pemidanaan dengan cara ekstra dan spesial yang dilakukan aparat penegak hukum,” tegas Indra.
Ia melihat kebijakan pemerintah dalam pengetatan remisi dan pembebasan bersyarat
terhadap koruptor itu sudah benar sehingga tidak perlu adanya interpelasi DPR.
Menurut dia, masih ada banyak masalah lain yang harus diajukan interpelasi kepada pemerintah ketimbang pengetatan remisi tersebut.
Indra menilai pengetatan remisi dan pembebasan bersyarat itu secara yuridis telah sesuai dengan legalitas nasional dan internasional.
“Esensi pengetatan remisi itu ada landasan yang tertera pada Pasal 14 UU No 12/1995 tentang Pemasyarakatan serta PP No 28 /2006, dimana ada ruang untuk melakukan pengetatan pemberian remisi.” (*/Ant/P-3)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar