Selasa, 14 Februari 2012

Napol Aceh Tagih Remisi Khusus


Senin, 06 February 2012
Persoalannya, apakah mereka yang terlibat kasus peledakan Bursa Efek Jakarta (BEJ) itu narapidana politik atau kriminal murni?
Reinhard Parapat dari Tim Advokasi atau komunitas Bersama untuk Pembebasan Narapidana Politik Aceh menyambangi DPR. Pengacara yang hadir bersama anggota tim yang lain ini ingin memperjuangkan hak kliennya sebagai narapidana politik Aceh ke Komisi III DPR. Ia berharap kliennya segera mendapat remisi khusus.

Kliennya bernama Teuku Ismuhadi. Ia divonis penjara seumur hidup oleh Mahkamah Agung (MA). Teuku bersama rekan-rekannya dari Gerakan Aceh Merdeka (GAM) divonis bersalah dalam peledakan Gedung Bursa Efek Jakarta pada 2000 silam. Ia berharap mendapat remisi khusus karena setelah adanya perjanjian Helsinki antara Pemerintah Indonesia dan GAM, maka narapidana politik GAM berhak mendapat remisi atau amnesti khusus. 

Salah satu poinnya dalam perjanjian perdamaian itu adalah ‘Pemerintah RI, sesuai dengan prosedur konstitusional, akan memberikan amnesti kepada semua orang yang telah terlibat dalam kegiatan GAM sesegera mungkin dan tidak lewat dari 15 hari sejak penandatanganan Nota Kesepahaman ini’.

Demikian juga bunyi Pasal 3.1.2 Nota Kesepahaman itu yang menyatakan ‘Narapidana dan tahanan politik yang ditahan akibat konflik akan dibebaskan tanpa syarat secepat mungkin dan selambat-lambatnya 15 hari sejak penandatangan nota kesepahaman ini’.

Pasca perjanjian ini, GAM langsung melampirkan narapidana GAM yang tersangkut masalah hukum, dan Teuku termasuk di dalamnya. Lalu, Presiden Republik Indonesia merespon dengan menerbitkan Keppres No 22 Tahun 2005 tentang Amnesti Umum yang diperuntukkan bagi siapapun yang terlibat dengan GAM. “Nama klien saya dicoret dari list yang diajukan GAM,” ujar Reinhard di ruang rapat Komisi III DPR, Senin (6/2).

Reinhard tak berharap muluk-muluk bahwa kliennya yang sudah menjalani pidana selama 12 tahun dibebaskan dari penjara. Ia hanya berharap ada pengurangan masa hukuman dari hukuman seumur hidup menjadi pidana penjara waktu tertentu (maksimal 20 tahun penjara). “Kami berharap Presiden dan Menteri Hukum dan HAM bisa memperhatikan hal ini,” ujarnya.

Anggota Komisi III dari PKS Indra memahami apa yang diminta oleh para terpidana. “Harapan mereka agar pidananya dialihkan tak lagi menjadi seumur hidup. Mereka minta agar Presiden dan Menteri Hukum dan HAM mengacu kepada MoU Helsinki,” jelasnya.

Meski begitu, Indra mengatakan Komisi III tak akan terburu-buru menerima permintaan ini. Ia mengaku akan mengkaji apa jenis pidana yang dilakukan oleh terpidana kasus peledekan BEJ pada 2000 silam ini.

“Apakah peristiwa peledakan BEJ itu dikategorikan sebagai peristiwa ‘politik’ (dimana terpidananya menjadi napol) atau memang peristiwa kriminal murni?” ujarnya.


Pertanyaan inilah yang harus segera diteliti. Menurut Indra, bila memang mereka di penjara karena peristiwa politik maka sudah tentu mereka harus segera dibebaskan. Ia mengaku akan berada di garis depan untuk memperjuangkan hak terpidana ini. Namun, bila yang mereka lakukan adalah tindakan kriminal murni maka tentu mereka tak bisa dibebaskan begitu saja. Para terpidana harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.

“Ini yang masih perlu dikaji. Mereka itu benar sebagai napol Aceh atau memang kriminal murni. Kalau soal remisi itu adalah diskresi Kementerian Hukum dan HAM. Tapi kalau tindakan mereka termasuk kategori sebagai kriminal murni, saya tak setuju bila mereka dibebaskan,” pungkasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar