Rabu, 29 Februari 2012

Komisi III DPR RI Turun Tangan



indopos.co.id
Gelar RDP, Pengembang BSD City Tidak Datang

Komisi III DPR RI menilai telah terjadi konspirasi antara pengembang, PT BSD Tbk dengan oknum penegak hukum dalam kasus dugaan penyerobotan lahan milik keluarga Maat bin Saran di Desa Lengkong Kulon, Pagedangan, Kabupaten Tangerang. Bahkan, politisi Senayan juga menduga telah terjadi pengadilan sesat dalam kasus tersebut. Bahkan, dalam Rapat Dengan Pendapat (RDP) yang digelar Komisi III DPR RI, kemarin (22/2) pengembang perumahan mewah itu tidak datang.
Anggota Komisi III DPR, Indra menyesalkan ketidakhadiran manajemen PT BSD Tbk. ”Kita sudah mengundang dan mereka (BSD, Red) minta ditunda hingga pekan depan,” terang Indra usai RDP dengan ahli waris lahan dan pihak Lembaga Pemasyakatan (Lapas) Tangerang, di Gedung DPR, Senayan, Rabu (23/2). Politisi PKS ini menjelaskan alasan menggelar RDP.
”Kenapa ini mendadak? Karena persoalan ini sangat krusial. Orang sudah mengubur diri itu sudah sebuah bentuk frustasi,” ujarnya. Menurut Indra juga, semakin kuat dugaan Komisi III jika dalam kasus ini ada indikasi pemalsuan. Djanaan Satu selaku pemilik lahan sudah meninggal dunia pada tahun 1983. ”Kok ada bisa ada tanda tangannya di akte jual beli pada tahun 1984.
Ini akte jual beli aspal (asli tapi palsu, Red). Indikasinya kuat, BSD mengatakan membeli tanah secara sah pada 1984. Padahal pemiliknya meninggal tahun 1983. Nggak logis dong, masa mayat bisa tanda tangan,” beber anggota DPR asal dapil Banten III ini. Dia menambahkan, keluarga Djanaan yang merasa itu tanahnya, tetapi kemudian dipasangi plang oleh BSD, tidak terima.
Lalu dicabut. ”Tapi lantas dipidanakan. Ini sikap kesewenang-wenangan dan arogansi. Saya lihat, ada konspirasi besar dari pengembang BSD dengan oknum aparat untuk menekan rakyat kecil. Dengan cara mempidanakan, mengkriminalisasi, sehingga mereka berpikir ada efek jera. Tapi, saya ingin katakan, sebagai wakil rakyat, saya ingin kawal kasus ini sampai selesai.
BSD harus bertanggung jawab, baik secara perdata maupun pidana,” paparnya. Dilanjutkannya, Maat bin Saran, salah seorang ahli waris lahan bersama tiga saudaranya yang mencabut plang, meyakini kalau itu tanahnya. ”Indikasi ada konspirasi sangat jelas. Orang diciduk tanpa ada proses penyelidikan dan yang menyiduk adalah jaksa. Belum ada proses dari kepolisian, jaksa sudah menciduk.
Hari itu pun disidang di pengadilan. Serta diputus hari itu juga,” tukasnya. Indra melihat ada beberapa keganjilan, pertama disebutkan kalau Maat bin Saran menjadi tahanan kota, tapi aktualnya dia di penjara. ”Kedua, persidangan sesat. Sehari bisa memvonis,” tegasnya. Komisi III, kata Indra, akan kembali mengagendakan RDP ulang dengan menghadirkan BSD dan pihak terkait, seperti kejaksaan, pengadilan negeri, kepolisian, maupun Lapas Tangerang.
Sementara itu, Lia Angraeni, putri almarhum Maat bin Saran mengatakan tidak terima atas tuduhan pengembang BSD yang menuding kalau keluarganya memiliki surat bodong alias palsu atas tanah warisannya tersebut. ”Yang memalsukan itu justru mereka (pengembang BSD, Red). Saya akan tuntut pengembang BSD karena telah menuding sembarangan,” cetusnya.
Di tempat terpisah, Humas BSD Idham Muchlis mengatakan membeli tanah itu sejak 1984. ”Kami membeli dari Pak Janaan langsung. Orangtua Maat bin Saran pada 1984,” ucapnya saat dihubungi INDOPOS. Idham juga mengklaim memiliki akta jual beli tenah tersebut. Dia juga mengatakan, kalau keluarga Maat bin Saran merasa memiliki bukti kalau tanah itu miliknya sebaiknya diselesaikan melalui jalur hukum.
”Digugat saja melalui hukum. Biar pengadilan yang membuktikan,” cetusnya. Sedangkan kuasa hukum pengembang BSD Sahat Sihombing membenarkan kalau pihaknya mempunyai bukti kuat kalau tanah tersebut dibeli dari pemiliknya pada 1984 silam. ”Ada bukti foto yang kami pegang,” ujarnya. Sahat juga mengataka tidak mengetahui akan ada rencana pembangunan di lahan tersebut. ”Karena itu masalah teknis manajemen BSD, jadi saya tidak tahu. Tapi setahu saya tanah yang dipersoalkan itu masih kosong,” ucapnya. (gin/yay)
wahyu-indopos

Tidak ada komentar:

Posting Komentar